BISNIS.COM, BANDUNG--Kadin Jawa Barat mempertanyakan pelaksanaan
revitalisasi tambak udang di sejumlah wilayah, menyusul luas lahan
tambak udang yang semakin menyusut. Wakil Ketua Umum Kadin Jawa
Barat Bidang Pertanian, Kehutanan, dan Peternakan Sonson Garsoni
mengatakan saat ini tidak banyak lagi petambak udang yang mau meneruskan
usahanya karena dianggap tidak menguntungkan.
Menurutnya, kOndisi
itu dipicu tingginya perusakan lingkungan, khususnya menyangkut
kualitas air, yang berdampak terhadap penurunan kualitas udang. “Kalau
sudah seperti itu, udang yang dihasilkan harganya akan jatuh. Kalau
sudah jatuh dan petani merugi, petani tidak akan mau lagi mengelolanya,”
katanya kepada Bisnis, Selasa (2/4/2013).
Dia menjelaskan penyebab kegagalan budidaya udang mayoritas akibat menurunnya kualitas air. Sebagian
besar areal tambak dikelola dengan teknologi sederhana yang sudah tidak
sesuai, daya dukung tambak tidak memadai, dan munculnya persoalan
lingkungan budidaya.
Selain itu, peranan kelompok tani tambak
tidak berfungsi dengan baik dalam mengelola sistem budidaya udang yang
benar dan berkelanjutan. Dia mempertanyakan upaya revitalisasi tambak udang baik menyangkut permodalan, lahan, atau kualitas lingkungan. Menurutnya, dengan semakin menyusutnya luas lahan, otomatis berdampak terhadap pencapaian target produksi udang.
Tahun ini, pemerintah mematok tumbuh 20% menjadi 200.000 ton untuk wilayah Pantura Jabar dan Banten.
“Ternak
udang tidak bisa sama dengan ikan, di mana dalam satu hektare yang
seharusnya 100 ekor ditingkatkan menjadi 200 ekor. Karena udang sangat
sensitif,” paparnya
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Perikanan dan
Kelautan Jabar Ahmad Hadadi mengatakan dari sekitar 75.000 ha tambak
yang ada di Jabar pada 1980-an, saat ini yang beroperasi tinggal 40%
saja. “Sisanya, ada yang tak beroperasi dan ada yang dikelola
tidak intensif. Dulu produksi udang, khususnya windu, di Jabar bisa 100
ton per bulan. Sekarang, hanya sekitar 40 ton,” ungkapnya.
Dia
memaparkan selain memasok pasar lokal, hasil udang windu asal Jabar
diekspor ke luar negeri. Namun, karena serangan berbagai penyakit,
membuat sebagian besar petambak di Jabar produksinya menurun.“Saat
ini, mereka hanya bisa memanen sekitar 2-4 ton per hektare. Sementara
vaname, bisa menghasilkan hingga 40 ton per hektar,” jelasnya.
Dia
menambahkan pihaknya berencana menghidupkan kembali produksi udang
windu mulai tahun ini yang difokuskan di Karawang, Subang, Indramayu dan
Cirebon. “Keempat daerah ini, dulu memang menjadi sentra udang windu di Jabar.”
Menurutnya upaya yang dilakukan antara lain dengan mengembangkan benur (benih udang) melalui berbagai penelitian. Selain mengembangkan sendiri, pihaknya pun bekerja sama dengan pemerintah pusat dengan mengambil benur unggul yang dikembangkan oleh pemerintah pusat.
Menurutnya upaya yang dilakukan antara lain dengan mengembangkan benur (benih udang) melalui berbagai penelitian. Selain mengembangkan sendiri, pihaknya pun bekerja sama dengan pemerintah pusat dengan mengambil benur unggul yang dikembangkan oleh pemerintah pusat.
Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Jabar Selly Gantina
mengatakan untuk mengembangkan potensi udang di Jabar infrastruktur yang
cocok untuk varietas tersebut. Dia mendesak agar pihak DKP
terlebih dahulu memperbaiki kualitas lingkungan di lokasi yang akan
menjadi tempat pengembangan udang.
Menurutnya, tingginya polutan yang bisa mematikan udang harus jadi perhatian serius. Menurut
Selly, selain perbaikan infrastruktur penunjang juga dibarengi dengan
peningkatan teknologi yang bisa dilakukan secara maraton.
Terkait
pendanaan, ia menilai daerah, pemprov dan pusat bisa saling mengucurkan
dana agar keterlibatan semua pihak dalam revitalisasi ini konkret dan
simultan.(K6/K57/yop)
Sumber : Hedi Ardhia/Wisnu Wage
Editor : Yoseph Pencawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan pemikiran anda dituliskan !!